Tanya:
Kenapa Allah SWT menjadikan bulan Ramadan sebagai bulan di mana kita diwajibkan untuk berpuasa? Padahal masih ada 11 bulan lainnya.
Jawab:
Ketika Allah menguraikan kewajiban puasa, dinyatakan-Nya sekian banyak keistimewaan puasa, antara lain, bahwa itu diwajibkan pada bulan Ramadan, karena ketika itu Al Qur’an turun. Allah berfirman:
“(Hari-hari yang ditentukan untuk berpuasa itu) adalah beberapa hari tertentu, yakni yang terjadi di bulan Ramadan yang ketika itu (permulaan) Al Qur’an diturunkan. (Baca QS. al-Baqarah: 185).
Sementara ulama berpendapat bahwa lebaran Idul Fitri yang kita rayakan setelah berpuasa di bulan Ramadan yang merupakan hari raya peletakan batu pertama ajaran Islam, karena ketika itulah permulaan Al Qur'an diturunkan, sedang hari raya Idul Adha dijadikan hari raya perletakkan batu terakhir ajaran Islam, karena ketika itu turun firman-Nya yang menegaskan kesempurnaan ajaran Islam. Allah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agama kamu, dan telah Kucukupkan kepada kamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagi kamu” (QS. al-Ma’idah: 3).
Di sisi lain, kita mengetahui bahwa bulan setelah Ramadan adalah Syawal, di mana kita merayakan Idul Fitri, yakni hari kembali ke asal kejadian, hari kita lahir di mana ketika itu kita tidak membawa satu dosa pun. Nabi SAW bersabda: “Siapa yang berpuasa dengan iman dan tulus, dia terbebas dari dosa bagaikan seorang yang baru saja dilahirkan.” Setelah berpuasa sebulan lamanya kita berIdul Fitri,
yakni kita lahir kembali.
Anda ketahui bahwa pada umumnya manusia dikandung selama sembilan bulan dan lahir pada bulan kesepuluh. Bulan Ramadan merupakan bulan kesembilan dari rentetan bulan-bulan Qamariyah, sedang bulan Syawal adalah bulan kesepuluh. Agaknya bulan Ramadan itu yang dipilih agar setelah berlalu bulan kesembilan itu dengan berpuasa kita benar-benar dapat lahir kembali terbebaskan dari semua dosa seperti halnya anak yang baru lahir.
Perlu ditambahkan bahwa perhitungan yang mendasari datangnya bulan Ramadan atau Syawal didasarkan pada peredaran bulan, bukan matahari. Jika puasa didasarkan atas perjalanan matahari maka iklim dan suhu udara akan sama atau paling tidak serupa sepanjang masa. Lama perjalanannya pun sejak terbit hingga terbenamnya akan sama.
Di banyak kawasan, bulan Agustus setiap tahun beriklim panas, dan matahari lebih lama memancarkan cahaya daripada pancaran cahayanya di bulan Desember dan Januari. Ini berbeda dengan perjalanan bulan yang setiap tahunnya berselisih sekitar 11 hari dari perjalanan matahari, sehingga jika pada tahun ini masyarakat A berpuasa di musim panas yang siangnya panjang, maka beberapa tahun mendatang mereka akan berpuasa di musim dingin yang siangnya pendek. Demikian bergiliran sehingga suatu ketika ia akan kembali lagi ke daur semula. Itu hikmah lain, mengapa ditetapkan pada bulan Ramadan. Demikian, wallohu a'lam.