Purwaningsih sempat mengalami kontraksi saat dikejar awan panas.VIVAnews - Awan panas Merapi tak pernah pandang bulu memilih korban. 'Monster' mematikan ini menyapu apa saja yang dilewatinya, tanpa belas kasihan. Itu yang ada dibenak Iswahyudi (20) dan istrinya, Purwaningsih (20), saat menceritakan 'kiamat kecil' yang dialaminya Kamis malam lalu, 4 November 2010.
Pasangan suami istri ini tinggal di Dusun Kali Tengah Kidul, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Jogyakarta. Kampung mereka luluh lantak. Puluhan orang meninggal dunia. Si wedhus gembel menyisakan tumpukan abu vulkanik setinggi 30 meter di Kali Gendol yang memotong dusun itu.
Iswahyudi yang ditemui VIVAnews.com di RS Sardjito, Jogyakarta, Senin, 8 November 2010, menuturkan, pada pukul 22.00 WIB malam itu sebetulnya ia sudah nyenyak di peraduan. Di sebelahnya berbaring sang istri yang tengah hamil tujuh bulan.
Tiba-tiba, pintu rumahnya diketuk lurah setempat agar segera mengungsi ke tempat yang lebih aman. Malam itu Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi memperluas area rawan bencana III dari radius 15 kilometer menjadi 20 kilometer. Saat itu ia menyadari aktivitas Merapi sedang meningkat luar biasa.
Dinamikanya begitu cepat. Hanya dalam waktu satu jam (pukul 23.00 WIB) terjadi hujan lumpur di Kali Gendol. "Dusun saya juga dihujani pasir panas, setelah itu hujan kerikil. Tiba-tiba lampu mati, suasana mencekam, dan gelap gulita," tuturnya.
Saat itu, Is melihat kepulan asap putih yang begitu menyentuh rumpun-rumpun bambu di dusunnya langsung mengeluarkan api. "Batang-batang bambu terbakar, bunyinya pletak-pletok," kata dia.
Tanpa pikir panjang, Is langsung mengeluarkan motornya. Dengan istri di boncengan, ia memacu motor sekuat tenaga. Saat itu awan putih bergulung-gulung mengejarnya. Ia pun memacu gas hingga maksimal. "Istri saya teriak-teriak karena kandungannya kontraksi. Sambil ngebut saya hanya bisa minta istri saya bersabar. Saya teriak, 'sabar... sabaarrr...!' sambil memacu motor ke arah selatan."
Di jalan, ia tidak hanya menghindari kejaran wedhus gembel, tapi juga harus menghindari warga yang berhamburan ke luar rumah.
"Suasana desa sangat mencekam," kata Is yang menyesalkan pemberitahuan pemerintah datang sangat terlambat.
"Alhamdulillah kami selamat. Kalau istri saya melahirkan nanti, anak saya akan saya beri nama Slamet, perempuan atau pun laki-laki," kata Is yang di RS Sardjito tengah mencari tahu keberadaan temannya, Ngatimin. "Dia relawan lokal, sampai sekarang tak ada kabarnya."
Iswahyudi sendiri kini tinggal di pengungsian. Dua hari lalu, ia mencoba menjenguk rumahnya. "Sudah tidak berbentuk, rata semua. Rumah saya tertimbun debu lima meter, sama tingginya dengan Kali Gendol," kata dia.
Untuk diketahui, amuk Merapi pada Kamis malam hingga Jumat dinihari itu menghancurkan 73 dusun di Kecamatan Cangkringan. Sebanyak 26 dusun yang berada di wilayah Glagahrejo hancur lebur. (kd)• VIVAnews
Laman
▼
Alhamdulillah selamat :)
BalasHapusPuji Tuhan .. semoga kejadian seperti ini tidak lagi terlambat pengawasannya untuk warga :D
BalasHapusSyukur deh kalo gitu..
BalasHapusKAsiaN, UntungNYA selAMAT ... ALHamdulILLAh
BalasHapusARMStrOng_prODucT@YAhOo.cO.ID